Oleh: Bernardus Loblobly
Pada suatu hari tak ada angin dan alam menjadi tenang, lautan seperti disirami minyak dan air laut menjadi surut dan kering sekali.
Ada seekor Musang naik ke atas pohon dan duduk di atas pohon sambil memandang ke lautan biru dan dia berkata begini: "Aduh! air sangat surut sekali; angin amat tenang. Dapatkah saya berlayar jauh ke mana saja."
Lalu tiba-tiba ada seekor Teripang yang mendengar perkataan itu dan berkata kepada Musang, sambil membuang ludah katanya, "Hei! Orang hutan semacam kamu itu tahu berlayar juga?"
Setelah Musang mendengar Teripang berkata demikian, Musang menjadi marah dan berkata begini: "Hei! Awas, nanti ku tendang mukamu!"
Dan Teripang itu mengatakan kepada Musang begini, "Datang saja, apakah saya akan lari? Saya tetap tunggu di tempat saja." Lalu Musang itu diam saja.
Musang itu sedang melihat ke lautan luas di mana lautan dalam keadaan tenang, dan dia berkata lagi, "Aduh! Angin teduh ini paling bagus sekali. Siapa bisa izinkan saya pergi berlayar jauh?"
Lalu Teripang itu dengar perkataan Musang lagi lalu berkata seperti mengejek, katanya: "Orang hutan semacam kamu ini tahu berlayar juga?"
Lalu Musang, setelah mendengar perkataan Teripang, mengatakan begini, "Awas, nanti ku tampar mukamu."
Lalu Teripang itu mendengar perkataan Musang, dan dia berkata lagi, "Datang saja, apakah saya akan lari? Saya tak ada kaki dan tangan, jadi pasti saya berada di tempat saja sambil menunggu."
Musang itu diam lagi dan berkata seperti semula lagi, "Aduh, bagus sekali angin tenang dan lautan menjadi teduh. Siapa bisa izinkan saya berlayar jauh?"
Teripang itu mendengar kembali. Dia mengejek dan berkata, "Orang hutan semacam jahat kamu itu tahu berlayar juga?"
Setelah Musang mendengar perkataan Teripang, dia berkata begini, "Nah, kau tunggu saya. Saya akan pergi tampar mukamu di situ." Lalu Teripang menjawabnya, "Boleh kamu datang. Apakah saya akan lari?"
Setelah Musang mendengar perkataan Teripang, Musang turun dari atas pohon itu lalu pergi kepada Teripang, dan setelah dia sampai, dengan kaki bagian depan, dia menendang Teripang itu. Lalu tiba-tiba Teripang mengeluarkan zat lendir perekatnya dan menahan salah satu kaki depan, sehingga Musang tidak dapat melepaskan diri dari Teripang itu lagi. Dan dia berkata kepada Teripang katanya, "Cepat lepaskan saya! Kalau kau tidak lepaskan saya, saya tampar mukamu dengan tangan saya yang satu ini. Kau akan mati."
Lalu Teripang itu berkata lagi kepada Musang begini, "Biarlah kau pukul saya, apakah saya akan lari? Saya tidak akan lari. Saya tetap diam di tempat saja."
Lalu Musang itu mulai memukuli dengan tangannya yang satu lagi, sehingga Teripang itu menahannya dengan zat perekatnya itu. Dan Musang itu berkata kepada Teripang begini, "Hei! Lebih baik cepat lepaskan saya pergi. Kalau tidak, saya tampar kau di sini. Tadi saya pukul kau, kau tidak mau lepaskan saya, tetapi kamu menahan saya. Jangan sampai saya tendang mukamu di sini."
Lalu Teripang itu menjawab perkataan Musang itu, katanya: "Biar kau menendang saya, tidak apa. Apakah saya akan lari?"
Musang tidak sabar lagi, dia menendang Teripang itu dengan salah satu kakinya, dan sewaktu ia menendang Teripang, Teripang itu segera menahan lagi kaki Musang itu dengan perekatnya. Dengan tegas Musang berkata lagi kepada Teripang itu, "Cepat kau lepaskan saya! Kalau tidak, saya akan menendang kamu lagi!" Dan Teripang itu berkata kepada Musang katanya, "Biar kau tendang saja, apakah sewaktu saya ditendang, saya lari? Saya tidak pernah lari, saya cuma diam di tempat saja."
Mendengar kata-kata Teripang seperti itu, Musang tidak sabar lagi. Musang dengan cepat mengangkat kakinya yang terakhir dan menendang Teripang itu. Teripang itu mengeluarkan zat perekatnya lagi dan menahan lagi kaki Musang yang satu itu. Dengan demikian semua kaki Musang sudah diikat erat dengan perekatnya, dan dia tak bergerak lagi.
Setelah Teripang menahan Musang sehingga tak berdaya lagi, Teripang mulai memanggil air pasang, "Uuuuu air pasang, cepat datang!"
Lalu Musang berkata kepada Teripang lagi, "Hei! Kau panggil air pasang untuk apa?"
Teripang menjawab pertanyaan Musang itu lagi, "Apakah air harus surut terus? Saya memanggil air pasang supaya cepat penuh ke darat."
Musang menawarkan Teripang begini, "Lebih baik lepaskan saya supaya saya segera pulang." Tetapi rupanya Teripang tidak peduli dengan permintaan itu. Teripang mulai memanggil air pasang lagi untuk segera penuh, "Uuuuuu air pasang datanglah!"
Lalu air pasang mulai bergerak perlahan-lahan ke darat dan Musang itu berkata lagi, "Hei! Lebih baik cepat lepaskan saya pergi." Tapi rupanya Teripang tuli terhadap permintaan itu. Musang minta untuk kesekian kalinya, "Cepat lepaskan saya pergi, karena air sudah mulai penuh."
Tapi Teripang itu panggil lagi air pasang pada kali yang terakhir, "Uuuuu air pasang, datanglah!" Lalu datanglah air pasang itu dan Teripang memegang Musang dengan kuat, sehingga air pasang menutupi Teripang dengan Musang di situ, dan air menjadi penuh, sehingga matilah Musang itu dalam tangan Teripang. Lalu Teripang melepaskan Musang itu, yang mati hanyut di atas permukaan air laut, sedangkan Teripang tinggal berdiam diri di tempatnya untuk selama-lamanya.
Sekian.